Earth Wars Pertempuran Memperebutkan Sumber Daya Global
: Pangan, air, energi, dan logam adalah penggerak pertumbuhan industri,
ekonomi, dan sosial. Dengan meningkatnya populasi dunia dan semakin
kerasnya suara yang menuntut standar hidup yang lebih tinggi, semakin
ketat juga persaingan terhadap akses sumber daya. Namun apakah itu air
dari Sungai Nil, beras dari Delta Sungai Mekong, minyak dari Timur
Tengah, batu bara dari Afrika, gas dari Rusia, tanah langka dari Cina,
bijih besi dari pedalaman Australia, uranium dari Kazakhstan, atau shale
dari Amerika Utara, sumber-sumber daya ini, bahkan di antaranya yang
dianggap “tiada habisnya”, ternyata terbatas dan berharga. Selama
berabad-abad, Barat telah mengontrol sebagian besar aliran sumber daya,
namun kini Cina, India, Rusia, Brazil, Indonesia, Turki, Iran, dan
sejumlah besar negara lain menginginkan bagian mereka. Dalam Buku Earth Wars Pertempuran Memperebutkan Sumber Daya Global,
jurnalis dan pakar bisnis Asia Geoff Hiscock melakukan penelaahan
mendalam terhadap masa depan energi kita. Dia menganalisis teknologi
baru, para pemain kunci, peningkatan ketegangan, dan kemungkinan hasil
dari tema pokok abad kedua puluh satu: kepemilikan sumber daya. Cina dan
India, dengan jumlah penduduk gabungan 2,5 miliar, akan menjadi mesin
pertumbuhan golobal dalam lima puluh tahun ke depan, dan hasrat mereka
untuk berkembang telah menempatkan mereka di garda depan persamaan
pasokan-penawaran. Dalam Earth Wars, Hiscock menelaah dunia secara umum,
melihat keterkaitan-keterkaitan, menelisik siapa memiliki apa,
bagaimana mereka menggunakan apa yang mereka punya, dan apa yang mereka
lakukan untuk melindungi, meningkatkan, atau membagi kekayaan mereka.
Buku Earth Wars
ini adalah sebuah upaya untuk menunjukkan betapa ketatnya
kesalingterkaitan antar belahan dunia dalam hal pasokan dan kebutuhan
semua sumber daya yang dipicu oleh pertumbuhan kebutuhan standar hidup
dan kebutuhan konsumsi energi di negara maju dan berkembang yang
disebabkan tingginya laju pertumbuhan jumlah penduduk dunia. Energi
adalah persyaratan utama untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan standar hidup, dan banyak perusahaan sumber daya alam (SDA)
papan atas dunia melihat bahwa gas adalah primadona energi dalam 20
tahun kedepan. Ketahanan Pangan, Air, Energi dan Logam adalah empat isu
utama yang menjadi perhatian banyak negara dunia saat ini karena
keberadaannya yang terbatas dan tidak mudah untuk meningkatkan
kuantitas/kualitas atau menggantikannya, maka intensitas usaha perebutan
kekuasaan antar negara atas sumber daya ini akan semakin nyata.
Sistematika penyajian dalam buku dimulai dengan membahas pentingnya
empat sumber daya tersebut, dilanjutkan dengan masalah batas geografi
antar negara yang berkorelasi dengan keberadaan sumber daya alam (SDA).
Pembahasan tentang para konglomerat pemilik dan pengelola perdagangan
SDA, dibahas dalam satu bab khusus. Bab-bab selanjutnya membahas tentang
masing-masing SDA seperti Pangan/Air, Minyak/Gas, Nuklir, Energi
Terbarukan, Metal dan Baja. Amerika Serikat, Jepang, dan BRACQK (Brazil,
Rusia, Australia, Canada, Qatar dan Kazakhstan) masing-masing di bahas
dalam satu bab khusus, dilanjutkan dengan satubab tentang nagara-negara
sedang berkembang yang potensial menjadi pemenang dalam perang SDA,
yaitu Turki, Iran, Indonesia dan Meksiko. Sebelum sampai pada bab
Kesimpulan, dibahas khusus tentang dua negara yang diperkirakan sebagai
pemenang perang SDA, yaitu China dan India. Hingga 20 tahun kedepan,
pembangkit listrik tenaga batubara masih akan mendominasi perlistrikan
dunia, sementara produk perminyakan masih akan diperlukan untuk
keperluan transportasi. Minyak dan Gas Departemen Energi AS
memperkirakan kebutuhan minyak dunia di tahun 2012 mencapai 90 juta
barrel/hari. Produser minyak dunia terbesar 2011 adalah Federasi Rusia,
sebesar 12,6% dari total produksi minyak dunia, diikuti oleh Arab Saudi
11,9%, AS 8,5%, Iran 5,7% dan China 5,0%. Sedangkan importer minyak
terbesar dunia 2011 (dalam juta ton) adalah AS 510, China 199, Jepang
179, India 159. Rusia adalah penghasil gas terbesar, dengan estimasi
cadangan 48 trillion meter kubik (1.695 trilyun cubic feet). Produksi
shale gas di AS menyebabkan harga gas turun sampai 1/10 kali harga
minyak. Selain gas murah, AS jg menkonsumsi 1 milyar ton thermal
coal/tahun, dan 20 juta barrel/hari produk perminyakan, dan hampir
separuhnya diperoleh dari impor. Pemasok minyak mentah terbesarnya
adalah Kanada 21%, Mexico 12%, Arab Saudi 12%, Nigeria 11% dan Venezuela
10%. AS memproduksi minyak 5,5 juta barrel/hari dan hampir 2 juta
barrel/hari gas cair. Juga mumpunyai cadangan oil shale terbesar dunia,
1,5-2,0 trilyun barrel, namun masih sulit dan mahal biaya ekstraksinya.
Estonia, China dan Brazil yang sekarang sudah memproduksinya. Rusia
mempunyai cadangan oil shale sebesar 250 miliar barel, mungkin Israel
juga memilikinya dalam jumlah yang sama. China adalah konsumen energi
terbesar dunia, menggantikan AS pada peringkat pertama pada tahun 2009.
Setiap harinya membutuhkan 10 juta barrel minyak, 350 juta meter kubik
gas, dan 5 juta ton batubara, plus tambahan dari tenaga nuklir, air dan
sektor energi terbarukan lainnya. Dan separuh dari minyak, gas dan
batubara masih harus import dari Timur Tengah, Afrika, Asia Tengah, Asia
Tenggara dan Australia. Tentang China dan India, Hiscock menulis bahwa
target energi China 2011-2015 adalah proporsi penggunaan bahan bakar
non-fosil harus mencapai 11,4% dan konsumsi energi serta emisi CO2 per
unit GDP harus turun berturut-turut 16% dan 17%. Sementara kebutuhan
minyak China sepertinya akan mencapai 12 juta barrel/hari di 2020.
Meskipun kebutuhan energi India tidak sebesar China, namun punya
kekhawatiran yang sama dalam hal pertumbuhan penduduk usia menengah,
yang menyebabkan tingkat kebutuhan kepemilikan kendaraan bermotor dan
standar kehidupan juga semakin tinggi. ini mendorong India, seperti
halnya China, untuk mulai melaksanakan strategi energi yang berhubungan
dengan eksplorasi minyak dan gas, batubara, serta fokus pada energi
terbarukan seperti tenaga air, surya dan angin, serta program nuklir.
Juga efisiensi energi yang lebih besar dalam hal produksi, penyimpanan
dan distribusi serta lebih menggalakkan investasi-investasi sumber daya
alam dan energi. Perbedaannya dengan China, India hanya mempunyai
cadangan valuta asing sebesar $300 milyar, sedangkan China $3 trilyun.
Investasi China di luar negeri untuk minyak dan gas sebesar US$ 70
miliar (sejak 2002), sedangkan India, sebesar US$12,5 miliar. China
menjadi net oil importer pada tahun 1993, dan net gas importer pada
tahun 2006. Meskipun ekspansi produksi domestik akan mencapai 150 miliar
kubik meter (5.3 trillion cubic feet) pada 2015, China masih akan impor
sebesar 80 miliar kubik meter (2.8 trillion cubic feet). Untuk LNG,
sumber utama diperoleh dari Australia, Qatar dan Indonesia. Untuk
keperluan ketahanan energinya, China melakukan berbagai investasi
minyak/gas di luar negeri melalui tiga perusahaan minyak nasional
utamanya, yaitu: China National Petroleum Corp. (CNPC), China National
Offshore Oil Corp. (CNOOC), dan China Petroleum & Chemical Corp.
(Sinopec). Sementara India, tersedia lima perusahaan nasional untuk
keperluan pengusahaan minyak/gasnya, yaitu: ONGC Videsh Ltd. (OVL),
Bharat Petroleum Corporation Ltd. (BPCL), Indian Oil Corporation Ltd.
(IOCL), Oil India Ltd. (OIL), Gas Authority of India Ltd. (GAIL), dan
satu perusahaan swasta Reliance Industries Ltd. (RIL). Mukesh Ambani
adalah pemilik RIL, yang banyak memiliki perusahaan minyak dan gas di
luar negeri, seperti AS, Peru, Yaman, Oman, Irak, colombia, Australia
dan Timor Timur. Menurut International Energy Outlook, Sep. 2011: "Tetap
tingginya harga minyak akan menyebabkan sumberdaya minyak jenis baru
(oil sand, extra-heavy oil, biofuel, coal to liquid dan shale oil)
secara ekonomi akan kompetitif". Batubara Negara penghasil batubara
terbesar dunia pada tahun 2010 (dalam juta ton) adalah China 3.250, AS
986, India 570, Australia 430, Rusia 317, Indonesia 320. Sementara
negara pengekspor batubara terbesar dunia di 2009 (dalam juta ton)
adalah: Australia 289, Indonesia 261, Rusia 130. AS diurutan ke-6 (60)
dan ke-7 adalah China (38). Negara dengan cadangan batubara terbesar
dunia, 2009 (Milyar ton) adalah: AS 238, Rusia 157, China 114.5.
Meskipun diluar 10 besar, Kolombia, Kanada, Polandia, Indonesia dan
Brazil juga mempunyai cadangan batubara yg besar, masing-masing antara
4.5-7 milyar ton. Data penggunaan batubara per kapita 2005 (kg oil
equivalent/tahun) menunjukkan bahwa: India 531, China 1.242, Jepang
4.176, AS 7.913. Dunia mengkonsumsi 7 milyar ton batubara, dan 1 milyar
brown coal atau lignite per tahun. Dan, 40% dipergunakan untuk kebutuhan
pembangkit listrik (70% kebutuhan China dan 52% di India). Prediksi IEA
(International Energy Agency), China akan menjadi konsumen energi
sebesar 25% kebutuhan dunia di 2035, sementara AS akan turun menjadi
15,5% dan India akan naik menjadi 5%. Sementara ini China sedang
investasi untuk menambah daya listrik dari 320GW ke 480GW menggunakan
teknologi rendah karbon, dan sekaligus menambah kapasitas daya dari
400GW ke 500GW menggunakan batubara. Penyumbang emisi CO2 terbesar
dunia, 2008 (Juta ton) adalah China 6502, AS 5596 dan Federasi Rusia
1594. Nuklir Meskipun Tepco (Tokyo Electric Power Company) berhasil
menjinakkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima 1, setelah
serangan tsunami, 11 Maret 2011, Perdana Menteri Naoto Kan
memerintahkan untuk shut down PLTN lainnya di Hamaoka, wilayah barat
daya Tokyo. Sementara itu, Kanselir Jerman, Angela Merkel, telah meminta
untuk menunda 7 dari 17 PLTNnya dan 10 lainnya akan ditutup lebih cepat
pada tahun 2022, yang sebelumnya direncanakan utuk ditutup 2036.
Demikian pula dengan Swiss, Itali dan China yang akan melakukan
pengujian PLTN lebih cermat sebelum melakukan ekspansi lebih lanjut.
Jepang cukup mempunyai sejarah panjang tentang PLTN. Fukhusima dibangun
oleh Tepco dan mulai beroperasi Maret 1971, sebagai respon atas
tingginya harga minyak berhubung dengan embargo oleh negara-negara Arab
pengekspor minyak karena perang Israel dengan negara-negara Arab 1967.
Sebelumnya, 1966, Jepang telah membangun PLTN di Tokai. Hingga Maret
2011, Jepang telah mempunyai 54 reaktor nuklir yang menghasilkan 50 GW,
yang cukup untuk memenuhi 1/3 kebutuhan listrik negaranya. Ada 432
reaktor nuklir di dunia saat ini yang mampu menyediakan listrik sebesar
370 GW, diantaranya ada di AS 104, Perancis 58, Rusia 32, Korea Selatan
21, India 20, Inggris 18, Kanada 17, Ukraina 15, China 14. China sedang
membangun 50 reaktor baru dan berencana untuk menambah lagi 110 reaktor.
Pada 2020, China akan menghasilkan listrik sebesar 70 GW dari PLTN.
Sementara India yang saat ini memiliki 20 reaktor dan sedang membangun
20 lagi, masih berencana untuk menambah 40 reaktor yang akan dibangun
sampai 2025. Bila semua rencana ini dipenuhi, maka India akan
menghasilkan 64 GW listrik dari PLTN. Satu ton Uranium Oksida
menghasilkan energi yang sama dengan 20,000 ton batubara. Meskipun modal
awal PLTN akan sangat mahal, namun biaya pemeliharaannya akan murah,
hingga setengah dari biaya pemeliharaan pembangkit listrik berbahan
bakar fosil. Selain Kazakhstan sebagai penghasil Uranium terbesar dunia
(17.803 ton, 2010), China berada di urutan ke-10 penghasil Uranium, 827
ton. Target China adalah meningkatkan pasokan energi nuklirnya dari 2%
menjadi 5%, dari kebutuhan total energi nasional pada tahun 2020.
Kazakhstan telah menambang uranium sejak 1950, dan mengambil alih posisi
Kanada sebagai penghasil Uranium terbesar dunia pada tahun 2009. Pada
tahun 2010 telah memproduksi 17.800 ton uranium (28% produksi dunia),
dan berharap akan mencapai 30.000 ton di 2018. Kazakhstan juga sudah
bekerjasama untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi dan perdagangan
uranium dengan Rusia, Jepang, China, India, Canada dan Korea Selatan.
Pasokan uranium dunia dikuasai oleh perusahaan tambang besar, seperti
Rio Tinto, BHP Billiton, Krasnokamensk (Rusia), Cameco (Canada). Afrika
Selatan mempunyai PLTN untuk memenuhi 5% kebutuhan listriknya. Meskipun
Korea Selatan tidak mempunyai tambang uranium, banyak impor dari Kanada
dan Australia, namun dapat memenuhi 40% energi listrik dari 21 reaktor
nuklirnya, dan akan meningkatkan kapasitas reaktor menjadi 27 GW di
tahun 2020. Rusia adalah negara pertama yang menggunakan nuklir sebagai
pembangkit listrik, 1956. PLTN Iran yang pertama, 915 MW dibangun oleh
Rusia, 2011. Reaktor nuklir yang sedang dan akan dibangun oleh Rusia
adalah India, Vietnam, Turki dan Argentina. Rusia sendiri mempunyai 32
reaktor nuklir berkapasitas 23 GW, dan akan menjadi 43 GW di 2020.
Perancis mempunyai 58 reaktor nuklir yang menyumbang 75% kebutuhan
perlistrikannya, dan menggunakan 10.500 ton uranium per tahun, yang
diperoleh dari Kanada, Nigeria, Australia, Rusia dan Kazakhtan. Inggris
memiliki 19 reaktor untuk menghasilkan 63 GW listrik, atau sekitar 19%
kebutuhan negaranya. Sekitar 2.300 ton uranium kebutuhannya dipasok dari
Kanada. Kebijakan energi Inggris adalah separuh dari target 60 GW
energi pada 2025 berasal dari sumber daya terbarukan. Brazil yang kaya
dengan sumber daya air, memiliki banyak PLTA untuk menyumbang 84% dari
total pembangkit listriknya, sementara Nuklir hanya menyumbang 3% saja
yang diperoleh dari dua reaktor nuklirnya. Reaktor ke-3 sedang dibangun
dan empat reaktor lagi akan aktif pada tahun antara 2018-2025. Brazil
mempunyai 5% cadangan uranium dunia. Arab Saudi mempunyai program nuklis
sebanyak 16 reaktor yang akan aktif 2030. Dalam jangka panjang, dunia
akan menggunakan teknologi reaktor baru yang menggunakan sumber daya
Thorium, dimana keberadaan cadangannya di dunia lebih banyak daripada
Uranium, dan lebih sedikit menghasilkan sampah radioaktif. Isu sekarang
dan di masa depan, berkaitan dengan reaktor nuklir, yang sangat
menentukan nasib manusia adalah: 1. Sampah radioaktif sebagai bagian
dari produk sampingan PLTN. Ruang bawah tanah, batuan sintetis (sampah
di keringkan dalam bentuk bubuk dan dipadatkan), kontainer yang dibeton
dan disimpan didaerah terpencil, adalah beberapa usulan penyimpanan
sampah radioaktif 2. Pengelolaan senjata nuklir Korea Utara, Pakistan,
dan mungkin Iran. Energi Terbarukan Menurut pidato Barack Obama tentang
Kebijakan Energi AS, China telah mempunyai energi angin berkapasitas
besar, dan Jerman telah mempunyai energi surya berkapasitas besar.
Negara-negara yang memimpin abad 21 dalam hal ekonomi energi bersih
(clean energy economy), adalah negara-negara yang akan memimpin abad 21
ekonomi global. Beberapa teknologi penting Energi Terbarukan yang
dikembangkan oleh AS telah diperbarui dan diproduksi menjadi lebih murah
oleh China, India, Jepang, Jerman, Denmark, Korea Selatan dan Taiwan.
Pemimpin pasar sel surya, turbin angin, biomassa, tenaga air,
geothermal, energi gelombang adalah perusahaan-perusahaan dari Jerman,
Denmark, India dan China. Berdasar laporan Renewable Energy Policy
Network (REN21) 2011, pada tahun 2010, Energi Terbarukan telah memasok
kira-kira 16% dari konsumsi energi dan hampir 20% dari kebutuhan total
pembangkit listrik. Tenaga Angin adalah pemimpin sektor listrik
terbarukan pada tahun 2010, dengan kapasitas terpasang yang semakin
banyak daripada teknologi terbarukan lainnya, dan sepertinya akan
mencapai 450 GW di tahun 2015, menurut Steve Sawyer, sekjen Global Wind
Energy Council (GWEC) yang berkedudukan di Brussels. Spanyol sekarang
telah mempergunakan Energi Terbarukan sebesar 60%, dan Denmark hampir
100%. Korea Selatan bahkan merencanakan proyek ambisius dengan investasi
$ 9 milyar untuk kapasitas 2,5 GW Pembangkit Listrik Tenaga Angin pada
tahun 2019. China masih merasa nyaman saat ini dengan menggunakan
pembangkit listrik tenaga batubara sampai beberapa dekada ke depan,
namun menjadi pemimpin dunia dalam hal produksi Tenaga Air (hydro power)
pada 2010, sebesar 200 GW kapasitas terpasang, lebih besar daripada
Kanada (90 GW), AS (80 GW) dan Brazil (70 GW). Untuk keperluan bahan
bakar transportasi, Brazil dan AS masih memimpin dalam hal produksi
ethanol. AS mentargetkan sedikitnya 36 milyar galon (136 milyar liter)
bahan bakar cair harus berasal dari sumber terbarukan pada tahun 2022.
Menurut laporan International Energy Agency (IEA) 2011, bahwa
bersama-sama dengan AS dan Brazil, pada tahun 2016 kebutuhan global
total gasoline sebesar 5,3% akan digantikan dengan ethanol dan 1,5%
minyak/gas dengan biodiesel. Tembaga Setiap mobil baru membutuhkan
tembaga, sedikitnya 20 kg, dan akan lebih banyak lagi untuk keperluan
mobil hibrida. Untuk keperluan konstruksi, baik itu apartemen, gedung,
kapal, pesawat terbang, perlengkapan listrik, proyek rekayasa dan
industri, pasti membutuhkan tembaga. Pada tahun 2010, dunia mengkonsumsi
19,4 juta ton tembaga, Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas Dan Ramah Lingkungan
hampir $150 milyar, atau sekitar $ 7.500/ton. Akhir 2011, harga tembaga
mencapai $7.800/ton. Pada tahun 1990, saat harga tembaga $ 2.400/ton,
Amerika Utara, Eropa dan Jepang mengkonsumsi 68% tembaga dunia, dan
China hanya membutuhkan 5% saja. Di tahun 2010, China sudah membutuhkan
37% tembaga dunia, Jepang 5% dan Amerika Utara/Eropa hanya 27%. Saat
ini, dua smelter tembaga terbesar dunia ada di India dan China, dengan
kapasitas masing-masing 900.000 ton, dan cadangan tembaga terbesar dunia
adalah Chili, yang memiliki hampir 1/3 total produksi dunia. Sementara
importir tembaga terbesar dunia, berturut-turut, adalah China, Jepang,
India, Korea Selatan dan Jerman. AS sebagai konsumen tembaga terbesar
kedua dunia, mampu mencukupi 60%-65% kebutuhannya dari tambang dalam
negeri sendiri. Kebutuhan tembaga per capita dunia rata-rata 2.7
kg/orang, sedikit lebih banyak di Amerika Utara, Eropa, Jepang, Korea
Selatan dan Taiwan. India saat ini hanya 0,4 kg/tahun dan China 3
kg/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tembaga sebanyak 7,47 ton tembaga,
China memproduksi 1,16 juta ton konsentrat, impor 6,47 juta ton
konsentrat dan 2,9 juta ton tembaga kadar tinggi dan memproses 4,36 juta
ton tembaga bekas. Tanah Jarang (Rare Earth) Ini adalah kelompok
mineral-mineral logam yang sangat dibutuhkan sebagai bahan mentah
barang-barang yang saat ini sedang menjamur, seperti batere untuk mobil
hibrida/listrik dan handphone/smartphone, konduktor, televisi dan
monitor LED, laser, lensa kamera, mesin x-ray, komputer, peralatan
militer dsb. China adalah penghasil utama 28 dari 52 elemen tanah jarang
yang dibutuhkan industri tersebut. 50% – 60% kebutuhan ‘tanah jarang’
Jepang, diperoleh dari China. Bila prediksi 25% jumlah mobil pada tahun
2020 adalah mobil hibrida, maka kebutuhan lithium untuk batere mobil
jelas akan sangat tinggi. Dengan cadangan lithium sebesar 70% (100 juta
ton) cadangan dunia, Bolivia berencana membangun pabrik mobil listrik.
Dalam bab The Up and Comers, ada sub-bab yang mambahas khusus tentang
Indonesia, yang menyebutkan bahwa saat ini Indonesia sedang melakukan
eksplorasi geothermal dan coal bed methane(CBM), untuk mencapai target
kebijakan energinya pada tahun 2025, dimana kebutuhan energi minyak bumi
akan turun menjadi 26,2%, batubara 32,7%, gas 30,6%, geothermal 3,8%
dan energi terbarukan sekitar 4,4%. Pada tahun 2015, berdasar Wood
MacKenzie, dua dari tiga eksporter thermal coal terbesar dunia adalah
perusahaan Indonesia, yaitu Bumi Resources dan Adaro (Xstrata, Australia
yang terbesar). Indonesia juga salah satu dari tiga eksporter LNG
terbesar dunia. Laporan bank HSBC 2011 yang berjudul The World in 2050
menyebutkan bahwa negara berkembang, termasuk China dan India, akan
mempunyai pengeluaran lima kali lipat dibanding negara maju. 19 dari 30
negara dengan ekonomi paling tinggi, berdasar GDP, adalah negara-negara
yang saat ini masuk dalam ketegori negara berkembang (emerging country).
Hampir di setiap negara yang disebutkan di masing-masing bab dalam buku
ini, terlihat selalu ada investasi China di dalamnya. Bahkan, di
Amerika Serikat, investasi China, melalui perusahaan nasionalnya CNOOC
telah membeli perusahaan minyak besar Unocal $18,5 milyar pada tahun
2005. Di tahun 2020, akan mengalir investasi China ke seluruh dunia
sebesar $1 trilyun, yang sebagian besarnya akan masuk ke Amerika
Serikat. Hiscock juga menuliskan kekayaan China di Amerika Serikat
berupa $1,2 trilyun di US Treasuries, piutang $450 milyar, investasi
porto folio di berbagai perusahaan AS sebesar $80 milyar. Dalam
kesimpulannya, Hiscock menulis bahwa China akan menjadi penentu pasar
energi dan sumber daya lainnya, diikuti dengan India, Indonesia dan
beberapa negara Asia lainnya yg kaya SDA seperti Kazakhstan dan
Mongolia. Hal penting yang perlu menjadi perhatian China adalah faktor
korupsi, HAM, penegakan hukum dan kebijakan satu anak yang menyebabkan
kekurangan tenaga usia produktif, akan menjadi faktor yang melemahkan
masa kejayaannya di masa depan. Berdasar survei PBB, pada tahun 2025
India akan berpenduduk lebih banyak daripada China di masa puncaknya,
kurang dari 1,4 milyar, sedangkan pada 2060 tenaga kerja produktif India
akan mencapai 1,72 milyar orang dimana ekonomi India diperkirakan akan
lebih baik daripada China. Ini berarti pada pertengahan abad ini akan
ada dua negara adidaya dunia di Asia, yaitu China dan India. Congo,
Mozambique, Zambia dan Liberia sebagai negara yang kaya akan SDA tidak
berarti bisa memenangkan Perang SDA (Earth Wars). Teknologi, logistik,
SDM, finansial, konflik sosial dan bencana alam adalah faktor-faktor
lain yang turut menentukan kemenangan perang ini. Di Asia Tenggara,
Indonesia diperkirakan akan menjadi pemenang di 2050, dimana populasi
usia muda akan mencapai puncaknya, 293 juta orang dan menjadi negara
berpenduduk terbanyak ke-4 dunia yang kaya akan minyak/gas, thermal dan
cooking coal, minyak kelapa sawit dan berbagai bahan pangan. Bila Perang
SDA dianggap sebagai sebuah turnamen, maka nilai sementara tahun 2012
menurut Hiscock adalah: Amerika Serikat : 10 China : 8 Eropa dan Jepang :
6 Rusia dan India : 5 Brazil : 4 Mexico, Kanada, Australia: 3 Saudi
Arabia, Qatar, Kuwait, dan UEA: 2 Korea Selatan, Indonesia, Afrika Sel,
Nigeria, Turkey, Iran, Republik di Asia Tengah, Mongolia: 1 Dengan
melihat data-data populasi, cadangan devisa dan cadangan, investasi,
ekspor/impor, kebutuhan, pasokan dan lalulintas perdagangan SDA dalam
buku ini, dengan disertai sedikit penjelasan penulisnya, maka pembaca
akan bisa menarik kesimpulan sendiri bahwa China/India yang terus
berinvestasi secara besar-besaran, baik dalam hal volume perdagangan
maupun nilai investasi, di berbagai belahan dunia untuk mencukupi
kebutuhan SDAnya, akan mampu menggeser kejayaan Barat menuju Timur dan
menjadi penentu kemenangan perang SDA ini. Namun sayangnya, pendapatan
per capita kedua negara tersebut diperkirakan akan masih lebih rendah
dibanding Amerika Utara, Eropa, Jepang, Korea Selatan, Australia,
sebagian Amerika Selatan, Asia dan Timur Tengah.
Buku
Earth War ini adalah sebuah upaya untuk menunjukkan betapa ketatnya
kesalingterkaitan antar belahan dunia dalam hal pasokan dan kebutuhan
semua sumber daya yang dipicu oleh pertumbuhan kebutuhan standar hidup
dan kebutuhan konsumsi energi di negara maju dan berkembang yang
disebabkan tingginya laju pertumbuhan jumlah penduduk dunia. Energi
adalah persyaratan utama untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan standar hidup, dan banyak perusahaan sumber daya alam (SDA)
papan atas dunia melihat bahwa gas adalah primadona energi dalam 20
tahun kedepan. Ketahanan Pangan, Air, Energi dan Logam adalah empat isu
utama yang menjadi perhatian banyak negara dunia saat ini karena
keberadaannya yang terbatas dan tidak mudah untuk meningkatkan
kuantitas/kualitas atau menggantikannya, maka intensitas usaha perebutan
kekuasaan antar negara atas sumber daya ini akan semakin nyata.
Sistematika penyajian dalam buku dimulai dengan membahas pentingnya
empat sumber daya tersebut, dilanjutkan dengan masalah batas geografi
antar negara yang berkorelasi dengan keberadaan sumber daya alam (SDA).
Pembahasan tentang para konglomerat pemilik dan pengelola perdagangan
SDA, dibahas dalam satu bab khusus. Bab-bab selanjutnya membahas tentang
masing-masing SDA seperti Pangan/Air, Minyak/Gas, Nuklir, Energi
Terbarukan, Metal dan Baja. Amerika Serikat, Jepang, dan BRACQK (Brazil,
Rusia, Australia, Canada, Qatar dan Kazakhstan) masing-masing di bahas
dalam satu bab khusus, dilanjutkan dengan satubab tentang nagara-negara
sedang berkembang yang potensial menjadi pemenang dalam perang SDA,
yaitu Turki, Iran, Indonesia dan Meksiko. Sebelum sampai pada bab
Kesimpulan, dibahas khusus tentang dua negara yang diperkirakan sebagai
pemenang perang SDA, yaitu China dan India. Hingga 20 tahun kedepan,
pembangkit listrik tenaga batubara masih akan mendominasi perlistrikan
dunia, sementara produk perminyakan masih akan diperlukan untuk
keperluan transportasi. Minyak dan Gas Departemen Energi AS
memperkirakan kebutuhan minyak dunia di tahun 2012 mencapai 90 juta
barrel/hari. Produser minyak dunia terbesar 2011 adalah Federasi Rusia,
sebesar 12,6% dari total produksi minyak dunia, diikuti oleh Arab Saudi
11,9%, AS 8,5%, Iran 5,7% dan China 5,0%. Sedangkan importer minyak
terbesar dunia 2011 (dalam juta ton) adalah AS 510, China 199, Jepang
179, India 159. Rusia adalah penghasil gas terbesar, dengan estimasi
cadangan 48 trillion meter kubik (1.695 trilyun cubic feet). Produksi
shale gas di AS menyebabkan harga gas turun sampai 1/10 kali harga
minyak. Selain gas murah, AS jg menkonsumsi 1 milyar ton thermal
coal/tahun, dan 20 juta barrel/hari produk perminyakan, dan hampir
separuhnya diperoleh dari impor. Pemasok minyak mentah terbesarnya
adalah Kanada 21%, Mexico 12%, Arab Saudi 12%, Nigeria 11% dan Venezuela
10%. AS memproduksi minyak 5,5 juta barrel/hari dan hampir 2 juta
barrel/hari gas cair. Juga mumpunyai cadangan oil shale terbesar dunia,
1,5-2,0 trilyun barrel, namun masih sulit dan mahal biaya ekstraksinya.
Estonia, China dan Brazil yang sekarang sudah memproduksinya. Rusia
mempunyai cadangan oil shale sebesar 250 miliar barel, mungkin Israel
juga memilikinya dalam jumlah yang sama. China adalah konsumen energi
terbesar dunia, Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas Dan Ramah Lingkungan
menggantikan AS pada peringkat pertama pada tahun 2009. Setiap harinya
membutuhkan 10 juta barrel minyak, 350 juta meter kubik gas, dan 5 juta
ton batubara, plus tambahan dari tenaga nuklir, air dan sektor energi
terbarukan lainnya. Dan separuh dari minyak, gas dan batubara masih
harus import dari Timur Tengah, Afrika, Asia Tengah, Asia Tenggara dan
Australia. Tentang China dan India, Hiscock menulis bahwa target energi
China 2011-2015 adalah proporsi penggunaan bahan bakar non-fosil harus
mencapai 11,4% dan konsumsi energi serta emisi CO2 per unit GDP harus
turun berturut-turut 16% dan 17%. Sementara kebutuhan minyak China
sepertinya akan mencapai 12 juta barrel/hari di 2020. Meskipun kebutuhan
energi India tidak sebesar China, namun punya kekhawatiran yang sama
dalam hal pertumbuhan penduduk usia menengah, yang menyebabkan tingkat
kebutuhan kepemilikan kendaraan bermotor dan standar kehidupan juga
semakin tinggi. ini mendorong India, seperti halnya China, untuk mulai
melaksanakan strategi energi yang berhubungan dengan eksplorasi minyak
dan gas, batubara, serta fokus pada energi terbarukan seperti tenaga
air, surya dan angin, serta program nuklir. Juga efisiensi energi yang
lebih besar dalam hal produksi, penyimpanan dan distribusi serta lebih
menggalakkan investasi-investasi sumber daya alam dan energi.
Perbedaannya dengan China, India hanya mempunyai cadangan valuta asing
sebesar $300 milyar, sedangkan China $3 trilyun. Investasi China di luar
negeri untuk minyak dan gas sebesar US$ 70 miliar (sejak 2002),
sedangkan India, sebesar US$12,5 miliar. China menjadi net oil importer
pada tahun 1993, dan net gas importer pada tahun 2006. Meskipun ekspansi
produksi domestik akan mencapai 150 miliar kubik meter (5.3 trillion
cubic feet) pada 2015, China masih akan impor sebesar 80 miliar kubik
meter (2.8 trillion cubic feet). Untuk LNG, sumber utama diperoleh dari
Australia, Qatar dan Indonesia. Untuk keperluan ketahanan energinya,
China melakukan berbagai investasi minyak/gas di luar negeri melalui
tiga perusahaan minyak nasional utamanya, yaitu: China National
Petroleum Corp. (CNPC), China National Offshore Oil Corp. (CNOOC), dan
China Petroleum & Chemical Corp. (Sinopec). Sementara India,
tersedia lima perusahaan nasional untuk keperluan pengusahaan
minyak/gasnya, yaitu: ONGC Videsh Ltd. (OVL), Bharat Petroleum
Corporation Ltd. (BPCL), Indian Oil Corporation Ltd. (IOCL), Oil India
Ltd. (OIL), Gas Authority of India Ltd. (GAIL), dan satu perusahaan
swasta Reliance Industries Ltd. (RIL). Mukesh Ambani adalah pemilik RIL,
yang banyak memiliki perusahaan minyak dan gas di luar negeri, seperti
AS, Peru, Yaman, Oman, Irak, colombia, Australia dan Timor Timur.
Menurut International Energy Outlook, Sep. 2011: "Tetap tingginya harga
minyak akan menyebabkan sumberdaya minyak jenis baru (oil sand,
extra-heavy oil, biofuel, coal to liquid dan shale oil) secara ekonomi
akan kompetitif". Batubara Negara penghasil batubara terbesar dunia pada
tahun 2010 (dalam juta ton) adalah China 3.250, AS 986, India 570,
Australia 430, Rusia 317, Indonesia 320. Sementara negara pengekspor
batubara terbesar dunia di 2009 (dalam juta ton) adalah: Australia 289,
Indonesia 261, Rusia 130. AS diurutan ke-6 (60) dan ke-7 adalah China
(38). Negara dengan cadangan batubara terbesar dunia, 2009 (Milyar ton)
adalah: AS 238, Rusia 157, China 114.5. Meskipun diluar 10 besar,
Kolombia, Kanada, Polandia, Indonesia dan Brazil juga mempunyai cadangan
batubara yg besar, masing-masing antara 4.5-7 milyar ton. Data
penggunaan batubara per kapita 2005 (kg oil equivalent/tahun)
menunjukkan bahwa: India 531, China 1.242, Jepang 4.176, AS 7.913. Dunia
mengkonsumsi 7 milyar ton batubara, dan 1 milyar brown coal atau
lignite per tahun. Dan, 40% dipergunakan untuk kebutuhan pembangkit
listrik (70% kebutuhan China dan 52% di India). Prediksi IEA
(International Energy Agency), Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas Dan Ramah Lingkungan
akan menjadi konsumen energi sebesar 25% kebutuhan dunia di 2035,
sementara AS akan turun menjadi 15,5% dan India akan naik menjadi 5%.
Sementara ini China sedang investasi untuk menambah daya listrik dari
320GW ke 480GW menggunakan teknologi rendah karbon, dan sekaligus
menambah kapasitas daya dari 400GW ke 500GW menggunakan batubara.
Penyumbang emisi CO2 terbesar dunia, 2008 (Juta ton) adalah China 6502,
AS 5596 dan Federasi Rusia 1594. Nuklir Meskipun Tepco (Tokyo Electric
Power Company) berhasil menjinakkan pembangkit listrik tenaga nuklir
(PLTN) Fukushima 1, setelah serangan tsunami, 11 Maret 2011, Perdana
Menteri Naoto Kan memerintahkan untuk shut down PLTN lainnya di Hamaoka,
wilayah barat daya Tokyo. Sementara itu, Kanselir Jerman, Angela
Merkel, telah meminta untuk menunda 7 dari 17 PLTNnya dan 10 lainnya
akan ditutup lebih cepat pada tahun 2022, yang sebelumnya direncanakan
utuk ditutup 2036. Demikian pula dengan Swiss, Itali dan China yang akan
melakukan pengujian PLTN lebih cermat sebelum melakukan ekspansi lebih
lanjut. Jepang cukup mempunyai sejarah panjang tentang PLTN. Fukhusima
dibangun oleh Tepco dan mulai beroperasi Maret 1971, sebagai respon atas
tingginya harga minyak berhubung dengan embargo oleh negara-negara Arab
pengekspor minyak karena perang Israel dengan negara-negara Arab 1967.
Sebelumnya, 1966, Jepang telah membangun PLTN di Tokai. Hingga Maret
2011, Jepang telah mempunyai 54 reaktor nuklir yang menghasilkan 50 GW,
yang cukup untuk memenuhi 1/3 kebutuhan listrik negaranya. Ada 432
reaktor nuklir di dunia saat ini yang mampu menyediakan listrik sebesar
370 GW, diantaranya ada di AS 104, Perancis 58, Rusia 32, Korea Selatan
21, India 20, Inggris 18, Kanada 17, Ukraina 15, China 14. China sedang
membangun 50 reaktor baru dan berencana untuk menambah lagi 110 reaktor.
Pada 2020, China akan menghasilkan listrik sebesar 70 GW dari PLTN.
Sementara India yang saat ini memiliki 20 reaktor dan sedang membangun
20 lagi, masih berencana untuk menambah 40 reaktor yang akan dibangun
sampai 2025. Bila semua rencana ini dipenuhi, maka India akan
menghasilkan 64 GW listrik dari PLTN. Satu ton Uranium Oksida
menghasilkan energi yang sama dengan 20,000 ton batubara. Meskipun modal
awal PLTN akan sangat mahal, namun biaya pemeliharaannya akan murah,
hingga setengah dari biaya pemeliharaan pembangkit listrik berbahan
bakar fosil. Selain Kazakhstan sebagai penghasil Uranium terbesar dunia
(17.803 ton, 2010), China berada di urutan ke-10 penghasil Uranium, 827
ton. Target China adalah meningkatkan pasokan energi nuklirnya dari 2%
menjadi 5%, dari kebutuhan total energi nasional pada tahun 2020.
Kazakhstan telah menambang uranium sejak 1950, dan mengambil alih posisi
Kanada sebagai penghasil Uranium terbesar dunia pada tahun 2009. Pada
tahun 2010 telah memproduksi 17.800 ton uranium (28% produksi dunia),
dan berharap akan mencapai 30.000 ton di 2018. Kazakhstan juga sudah
bekerjasama untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi dan perdagangan
uranium dengan Rusia, Jepang, China, India, Canada dan Korea Selatan.
Pasokan uranium dunia dikuasai oleh perusahaan tambang besar, seperti
Rio Tinto, BHP Billiton, Krasnokamensk (Rusia), Cameco (Canada). Afrika
Selatan mempunyai PLTN untuk memenuhi 5% kebutuhan listriknya. Meskipun
Korea Selatan tidak mempunyai tambang uranium, banyak impor dari Kanada
dan Australia, namun dapat memenuhi 40% energi listrik dari 21 reaktor
nuklirnya, dan akan meningkatkan kapasitas reaktor menjadi 27 GW di
tahun 2020. Rusia adalah negara pertama yang menggunakan nuklir sebagai
pembangkit listrik, 1956. PLTN Iran yang pertama, 915 MW dibangun oleh
Rusia, 2011. Reaktor nuklir yang sedang dan akan dibangun oleh Rusia
adalah India, Vietnam, Turki dan Argentina. Rusia sendiri mempunyai 32
reaktor nuklir berkapasitas 23 GW, dan akan menjadi 43 GW di 2020.
Perancis mempunyai 58 reaktor nuklir yang menyumbang 75% kebutuhan
perlistrikannya, dan menggunakan 10.500 ton uranium per tahun, yang
diperoleh dari Kanada, Nigeria, Australia, Rusia dan Kazakhtan. Inggris
memiliki 19 reaktor untuk menghasilkan 63 GW listrik, atau sekitar 19%
kebutuhan negaranya. Sekitar 2.300 ton uranium kebutuhannya dipasok dari
Kanada. Kebijakan energi Inggris adalah separuh dari target 60 GW
energi pada 2025 berasal dari sumber daya terbarukan. Brazil yang kaya
dengan sumber daya air, memiliki banyak PLTA untuk menyumbang 84% dari
total pembangkit listriknya, sementara Nuklir hanya menyumbang 3% saja
yang diperoleh dari dua reaktor nuklirnya. Reaktor ke-3 sedang dibangun
dan empat reaktor lagi akan aktif pada tahun antara 2018-2025. Brazil
mempunyai 5% cadangan uranium dunia. Arab Saudi mempunyai program nuklis
sebanyak 16 reaktor yang akan aktif 2030. Dalam jangka panjang, dunia
akan menggunakan teknologi reaktor baru yang menggunakan sumber daya
Thorium, dimana keberadaan cadangannya di dunia lebih banyak daripada
Uranium, dan lebih sedikit menghasilkan sampah radioaktif. Isu sekarang
dan di masa depan, berkaitan dengan reaktor nuklir, yang sangat
menentukan nasib manusia adalah: 1. Sampah radioaktif sebagai bagian
dari produk sampingan PLTN. Ruang bawah tanah, batuan sintetis (sampah
di keringkan dalam bentuk bubuk dan dipadatkan), kontainer yang dibeton
dan disimpan didaerah terpencil, adalah beberapa usulan penyimpanan
sampah radioaktif 2. Pengelolaan senjata nuklir Korea Utara, Pakistan,
dan mungkin Iran. Energi Terbarukan Menurut pidato Barack Obama tentang
Kebijakan Energi AS, China telah mempunyai energi angin berkapasitas
besar, dan Jerman telah mempunyai energi surya berkapasitas besar.
Negara-negara yang memimpin abad 21 dalam hal ekonomi energi bersih
(clean energy economy), adalah negara-negara yang akan memimpin abad 21
ekonomi global. Beberapa teknologi penting Energi Terbarukan yang
dikembangkan oleh AS telah diperbarui dan diproduksi menjadi lebih murah
oleh China, India, Jepang, Jerman, Denmark, Korea Selatan dan Taiwan.
Pemimpin pasar sel surya, turbin angin, biomassa, tenaga air,
geothermal, energi gelombang adalah perusahaan-perusahaan dari Jerman,
Denmark, India dan China. Berdasar laporan Renewable Energy Policy
Network (REN21) 2011, pada tahun 2010, Energi Terbarukan telah memasok
kira-kira 16% dari konsumsi energi dan hampir 20% dari kebutuhan total
pembangkit listrik. Tenaga Angin adalah pemimpin sektor listrik
terbarukan pada tahun 2010, dengan kapasitas terpasang yang semakin
banyak daripada teknologi terbarukan lainnya, dan sepertinya akan
mencapai 450 GW di tahun 2015, menurut Steve Sawyer, sekjen Global Wind
Energy Council (GWEC) yang berkedudukan di Brussels. Spanyol sekarang
telah mempergunakan Energi Terbarukan sebesar 60%, dan Denmark hampir
100%. Korea Selatan bahkan merencanakan proyek ambisius dengan investasi
$ 9 milyar untuk kapasitas 2,5 GW Pembangkit Listrik Tenaga Angin pada
tahun 2019. China masih merasa nyaman saat ini dengan menggunakan
pembangkit listrik tenaga batubara sampai beberapa dekada ke depan,
namun menjadi pemimpin dunia dalam hal produksi Tenaga Air (hydro power)
pada 2010, sebesar 200 GW kapasitas terpasang, lebih besar daripada
Kanada (90 GW), AS (80 GW) dan Brazil (70 GW). Untuk keperluan bahan
bakar transportasi, Brazil dan AS masih memimpin dalam hal produksi
ethanol. AS mentargetkan sedikitnya 36 milyar galon (136 milyar liter)
bahan bakar cair harus berasal dari sumber terbarukan pada tahun 2022.
Menurut laporan International Energy Agency (IEA) 2011, bahwa
bersama-sama dengan AS dan Brazil, pada tahun 2016 kebutuhan global
total gasoline sebesar 5,3% akan digantikan dengan ethanol dan 1,5%
minyak/gas dengan biodiesel. Tembaga Setiap mobil baru membutuhkan
tembaga, sedikitnya 20 kg, dan akan lebih banyak lagi untuk keperluan
mobil hibrida. Untuk keperluan konstruksi, baik itu apartemen, gedung,
kapal, pesawat terbang, perlengkapan listrik, proyek rekayasa dan
industri, pasti membutuhkan tembaga. Pada tahun 2010, dunia mengkonsumsi
19,4 juta ton tembaga, hampir $150 milyar, atau sekitar $ 7.500/ton.
Akhir 2011, harga tembaga mencapai $7.800/ton. Pada tahun 1990, saat
harga tembaga $ 2.400/ton, Amerika Utara, Eropa dan Jepang mengkonsumsi
68% tembaga dunia, dan China hanya membutuhkan 5% saja. Di tahun 2010,
China sudah membutuhkan 37% tembaga dunia, Jepang 5% dan Amerika
Utara/Eropa hanya 27%. Saat ini, dua smelter tembaga terbesar dunia ada
di India dan China, dengan kapasitas masing-masing 900.000 ton, dan
cadangan tembaga terbesar dunia adalah Chili, yang memiliki hampir 1/3
total produksi dunia. Sementara importir tembaga terbesar dunia,
berturut-turut, adalah China, Jepang, India, Korea Selatan dan Jerman.
AS sebagai konsumen tembaga terbesar kedua dunia, mampu mencukupi
60%-65% kebutuhannya dari tambang dalam negeri sendiri. Kebutuhan
tembaga per capita dunia rata-rata 2.7 kg/orang, sedikit lebih banyak di
Amerika Utara, Eropa, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. India saat ini
hanya 0,4 kg/tahun dan China 3 kg/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan
tembaga sebanyak 7,47 ton tembaga, China memproduksi 1,16 juta ton
konsentrat, impor 6,47 juta ton konsentrat dan 2,9 juta ton tembaga
kadar tinggi dan memproses 4,36 juta ton tembaga bekas. Tanah Jarang
(Rare Earth) Ini adalah kelompok mineral-mineral logam yang sangat
dibutuhkan sebagai bahan mentah barang-barang yang saat ini sedang
menjamur, seperti batere untuk mobil hibrida/listrik dan
handphone/smartphone, konduktor, televisi dan monitor LED, laser, lensa
kamera, mesin x-ray, komputer, peralatan militer dsb. China adalah
penghasil utama 28 dari 52 elemen tanah jarang yang dibutuhkan industri
tersebut. 50% – 60% kebutuhan ‘tanah jarang’ Jepang, diperoleh dari
China. Bila prediksi 25% jumlah mobil pada tahun 2020 adalah mobil
hibrida, maka kebutuhan lithium untuk batere mobil jelas akan sangat
tinggi. Dengan cadangan lithium sebesar 70% (100 juta ton) cadangan
dunia, Bolivia berencana membangun pabrik mobil listrik. Dalam bab The
Up and Comers, ada sub-bab yang mambahas khusus tentang Indonesia, yang
menyebutkan bahwa saat ini Indonesia sedang melakukan eksplorasi
geothermal dan coal bed methane(CBM), untuk mencapai target kebijakan
energinya pada tahun 2025, dimana kebutuhan energi minyak bumi akan
turun menjadi 26,2%, batubara 32,7%, gas 30,6%, geothermal 3,8% dan
energi terbarukan sekitar 4,4%. Pada tahun 2015, berdasar Wood
MacKenzie, dua dari tiga eksporter thermal coal terbesar dunia adalah
perusahaan Indonesia, yaitu Bumi Resources dan Adaro (Xstrata, Australia
yang terbesar). Indonesia juga salah satu dari tiga eksporter LNG
terbesar dunia. Laporan bank HSBC 2011 yang berjudul The World in 2050
menyebutkan bahwa negara berkembang, termasuk China dan India, akan
mempunyai pengeluaran lima kali lipat dibanding negara maju. 19 dari 30
negara dengan ekonomi paling tinggi, berdasar GDP, adalah negara-negara
yang saat ini masuk dalam ketegori negara berkembang (emerging country).
Hampir di setiap negara yang disebutkan di masing-masing bab dalam buku
ini, terlihat selalu ada investasi China di dalamnya. Bahkan, di
Amerika Serikat, investasi China, melalui perusahaan nasionalnya CNOOC
telah membeli perusahaan minyak besar Unocal $18,5 milyar pada tahun
2005. Di tahun 2020, akan mengalir investasi China ke seluruh dunia
sebesar $1 trilyun, yang sebagian besarnya akan masuk ke Amerika
Serikat. Hiscock juga menuliskan kekayaan China di Amerika Serikat
berupa $1,2 trilyun di US Treasuries, piutang $450 milyar, investasi
porto folio di berbagai perusahaan AS sebesar $80 milyar. Dalam
kesimpulannya, Hiscock menulis bahwa China akan menjadi penentu pasar
energi dan sumber daya lainnya, diikuti dengan India, Indonesia dan
beberapa negara Asia lainnya yg kaya SDA seperti Kazakhstan dan
Mongolia. Hal penting yang perlu menjadi perhatian China adalah faktor
korupsi, HAM, penegakan hukum dan kebijakan satu anak yang menyebabkan
kekurangan tenaga usia produktif, akan menjadi faktor yang melemahkan
masa kejayaannya di masa depan. Berdasar survei PBB, pada tahun 2025
India akan berpenduduk lebih banyak daripada China di masa puncaknya,
kurang dari 1,4 milyar, Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas Dan Ramah Lingkungan
sedangkan pada 2060 tenaga kerja produktif India akan mencapai 1,72
milyar orang dimana ekonomi India diperkirakan akan lebih baik daripada
China. Ini berarti pada pertengahan abad ini akan ada dua negara adidaya
dunia di Asia, yaitu China dan India. Congo, Mozambique, Zambia dan
Liberia sebagai negara yang kaya akan SDA tidak berarti bisa memenangkan
Perang SDA (Earth Wars). Teknologi, logistik, SDM, finansial, konflik
sosial dan bencana alam adalah faktor-faktor lain yang turut menentukan
kemenangan perang ini. Di Asia Tenggara, Indonesia diperkirakan akan
menjadi pemenang di 2050, dimana populasi usia muda akan mencapai
puncaknya, 293 juta orang dan menjadi negara berpenduduk terbanyak ke-4
dunia yang kaya akan minyak/gas, thermal dan cooking coal, minyak kelapa
sawit dan berbagai bahan pangan. Bila Perang SDA dianggap sebagai
sebuah turnamen, maka nilai sementara tahun 2012 menurut Hiscock adalah:
Amerika Serikat : 10 China : 8 Eropa dan Jepang : 6 Rusia dan India : 5
Brazil : 4 Mexico, Kanada, Australia: 3 Saudi Arabia, Qatar, Kuwait,
dan UEA: 2 Korea Selatan, Indonesia, Afrika Sel, Nigeria, Turkey, Iran,
Republik di Asia Tengah, Mongolia: 1 Dengan melihat data-data populasi,
cadangan devisa dan cadangan, investasi, ekspor/impor, kebutuhan,
pasokan dan lalulintas perdagangan SDA dalam buku ini, dengan disertai
sedikit penjelasan penulisnya, maka pembaca akan bisa menarik kesimpulan
sendiri bahwa China/India yang terus berinvestasi secara besar-besaran,
baik dalam hal volume perdagangan maupun nilai investasi, di berbagai
belahan dunia untuk mencukupi kebutuhan SDAnya, akan mampu menggeser
kejayaan Barat menuju Timur dan menjadi penentu kemenangan perang SDA
ini. Namun sayangnya, pendapatan per capita kedua negara tersebut
diperkirakan akan masih lebih rendah dibanding Amerika Utara, Eropa,
Jepang, Korea Selatan, Australia, sebagian Amerika Selatan, Asia dan
Timur Tengah.
Earth Wars Pertempuran Memperebutkan Sumber Daya Global
: Pangan, air, energi, dan logam adalah penggerak pertumbuhan industri,
ekonomi, dan sosial. Dengan meningkatnya populasi dunia dan semakin
kerasnya suara yang menuntut standar hidup yang lebih tinggi, semakin
ketat juga persaingan terhadap akses sumber daya. Namun apakah itu air
dari Sungai Nil, beras dari Delta Sungai Mekong, minyak dari Timur
Tengah, batu bara dari Afrika, gas dari Rusia, tanah langka dari Cina,
bijih besi dari pedalaman Australia, uranium dari Kazakhstan, atau shale
dari Amerika Utara, sumber-sumber daya ini, bahkan di antaranya yang
dianggap “tiada habisnya”, ternyata terbatas dan berharga. Selama
berabad-abad, Barat telah mengontrol sebagian besar aliran sumber daya,
namun kini Cina, India, Rusia, Brazil, Indonesia, Turki, Iran, dan
sejumlah besar negara lain menginginkan bagian mereka. Dalam Buku Earth Wars
: Pertempuran Memperebutkan Sumber Daya Global, jurnalis dan pakar
bisnis Asia Geoff Hiscock melakukan penelaahan mendalam terhadap masa
depan energi kita. Dia menganalisis teknologi baru, para pemain kunci,
peningkatan ketegangan, dan kemungkinan hasil dari tema pokok abad kedua
puluh satu: kepemilikan sumber daya. Cina dan India, dengan jumlah
penduduk gabungan 2,5 miliar, akan menjadi mesin pertumbuhan golobal
dalam lima puluh tahun ke depan, dan hasrat mereka untuk berkembang
telah menempatkan mereka di garda depan persamaan pasokan-penawaran.
Dalam Earth Wars, Hiscock menelaah dunia secara umum, melihat
keterkaitan-keterkaitan, menelisik siapa memiliki apa, bagaimana mereka
menggunakan apa yang mereka punya, dan apa yang mereka lakukan untuk
melindungi, meningkatkan, atau membagi kekayaan mereka..